Senin, 29 Maret 2021

Komitmen untuk kembali menghidupkan blog

    Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah pada hari ini penulis kembali bersemangat menulis sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua. Senang juga mengetahui telah ribuan orang melihat beberapa tulisan di blog ini, meski penulis menyadari bahwa tulisan selama ini masih jauh dari kata sempurna. 
        Insyaa Allah setelah vakum sekitar 10 tahun, penulis berkomitmen untuk kembali menulis dan berbagi informasi dan artikel tentang pendidikan dan pembelajaran biologi. Semoga penulis dapat istiqomah untuk terus menghidupkan blog ini. Salam hangat dari penulis untuk semua pembaca.

           
Penulis/ Fajar Okta Widarta, S.Pd., M.Pd.



Selasa, 06 Desember 2011

ALEL GANDA

ALEL GANDA

    Umumnya orang berpendirian bahwa sebuah gen itu hanya memiliki sebuah alel saja. Misalnya gen dominan R (merah) mempunyai alel r (putih), T (tinggi) mempunyai alel t (pendek), B (bulat) mempunyai alel b (oval). Namun kenyataan menunjukkan bahwa sebuah gen dapat memiliki lebih dari sebuah alel. Peristiwa ini disebut multipel alelomorfi, sedangkan alel-alelnya dinamakan alel ganda (Suryo, 2005).

Alel Ganda pada Mamalia

Dengan adanya mutasi, sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. jika dalam satu lokus terdapat lebih dari satu pasang alel, disebut alel ganda (multiple alelomorfi). Misalnya warna bulu pada kelinci dan golongan darah sistem ABO pada manusia. 

Alel Ganda pada Kelinci

Alel ganda pada bulu kelinci adalah adanya empat alel yang sama-sama mempengaruhi warna bulu dan berada pada lokus yang sama, sebagai berikut:
c+    =    gen asli yang normal, menyebabkan kelinci berwarna kelabu. Gen
            ini membentuk berbagai macam alel mutan, seperti :
cch    =    alel yang menyebabkan kelinci berwarna kelabu muda, karena
            rambutnya terdiri dari campuran rambut hitam dan putih. Kelinci
            ini dinamakan kelinci chinchilla.
ch    =    alel yang menyebabkan kelinci berwarna putih dengan warna hitam
            pada ujung-ujung hidung, telinga, kaki dan ekor. Kelinci demikian
            ini dinamakan kelinci Himalaya.
c    =    alel yang tidak membentuk pigmen sama sekali, sehingga kelinci
            berwarna putih. Kelinci ini biasa disebut kelinci albino.

    Dominansi dari alel-alel tersebut mempunyai urutan sebagai berikut :
c+ dominan terhadap cch dan lain-lainnya, cch dominan terhadap ch dan c, ch dominan terhadap c. Bila disingkat : c+ > cch > ch > c.
    Berhubung dengan itu berbagai macam kelinci tersebut dapat memiliki beberapa kemungkinan genotip, kecuali kelinci albino hanya memiliki satu genotip saja. Seperti tabel berikut :

Tabel 2. 1. Fenotip dan Genotip yang sesuai untuk alel ganda dari lokus c pada
                 kelinci


Fenotip                          Kemungkinan Genotip      
Kelabu (normal)            c+ c+, c+cch, c+ch, c+c
Chinchilla                      cch cch, cchch, cchc
Himalaya                       chch, chc
Albino                           cc


    Perkawinan antara kelinci kelabu normal homozigotik (c+ c+) dengan kelinci albino (cc) akan menghasilkan kelinci-kelinci F1 kelabu normal (c+c). Apabila kelinci-kelinci F1 dibiarkan kawin sesamanya akan didapatkan kelinci-kelinci F2 yang memperlihatkan perbandingan kira-kira 3 kelabu normal : 1 albino. Perbandingan 3 : 1 dalam F2 ini menunjukkan bahwa ada sepasang alel yang ikut mengambil peranan, yaitu c+ dan c.
Contoh :
Seekor kelinci chinchilla heterozigot yang disilangkan dengan kelinci Himalaya heterozigot akan memperoleh keturunan albino, lihat persilangan berikut:
P                                  cchc              ><              chc
                              (chinchilla)                      (himalaya)
G                                cch                                    ch
                                      c                                     c
F  
   cch  ch    =       kelabu muda (chinchilla)
    cch c      =      kelabu muda (chinchilla)
      chc      =      Himalaya
         cc    =      Albino


Alel Ganda Mengawasi Golongan Darah
Golongan darah pada manusia bersifat herediter (keturunan) yang ditentukan pula oleh alel ganda. Berhubung dengan itu golongan darah seseorang dapat mempunyai arti penting dalam kehidupan.
Sampai saat ini telah dikenal cukup banyak sistem golongan darah. Berikut akan diterangkan beberapa sistem golongan darah yang dianggap penting untuk diketahui sebagai pengetahuan dasar, yaitu :
 
Golongan darah menurut sistem ABO
Pada permulaan abad ini (tahun 1900 dan 1901) K. Landsteiner mengemukakan bahwa penggumpalan darah (aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit (sel darah merah) seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain, campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi, maka Landsteiner membagi orang menjadi 3 golongan, ialah A, B dan O. golongan yang ke empat jarang sekali dijumpai, yaitu golongan darah AB, telah ditemukan oleh dua orang mahasiswa Landsteiner dalam tahun 1902, ialah A.V. von Decastello dan A. Sturli (Suryo, 2005).
Dikatakan bahwa antigen atau aglutinogan yang dibawa oleh eritrosit orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau antibodi atau aglutinin yang dibawa oleh serum darah. Dikenal dua macam anti gen yaitu antigen-A dan antigen-B, sedangkan zat antinya dibedakan atas anti-A dan anti-B. orang ada yang memiliki antigen-A, lain lagi memiliki antigen-B. ada juga yang memiliki kedua antigen, yaitu antigen-A dan antigen-B, sedangkan ada pula yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen-B.
Orang yang memiliki antigen-A tidak memiliki anti-A, melainkan anti-B di dalam serum atau plasma darah. Orang yang demikian dimasukkan dalam golongan darah A. orang dari golongan darah B mempunyai antigen-B dan anti-A. Apabila antigen-A bertemu dengan anti-A, begitu pula antigen-B dengan anti-B, maka darah akan mengalami penggumpalan (aglutinasi) dan dapat mengakibatkan kematian pada orang yang menerima darah. Darah tipe A tidak dapat ditransfusikan kepada orang golongan B, demikian pula sebaliknya (Suryo, 2005).

Tabel 2.2. Hubungan antara golongan darah (fenotip) seseorang dengan macam
    antigen dan zat anti yang dimiliki.


Golongan darah   (Fenotip)            Antigen dalam eritrosit                    Zat anti dalam serum/plasma darah      
               O                                                  -                                                      Anti-A dan Anti-B
               A                                                  A                                                               Anti-B
               B                                                  B                                                               Anti-A
              AB                                            A dan B                                                            -


              Orang yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen-B, tetapi memiliki anti-A dan anti-B  di dalam serum atau plasma darah, dimasukkan dalam golongan darah O. Adapun orang yang memiliki antigen-A dan antigen-B, tetapi tidak memiliki anti-A maupun anti-B di dalam serum atau plasma darah, dimasukkan dalam golongan darah AB (Suryo, 2005).
        Untuk menghindari terjadinya aglutinasi (penggumpalan darah), maka sebelum dilakukan transfusi darah, baik darah si pemberi (donor) maupun darah si penerima (resipien) harus diperiksa terlebih dahulu berdasarkan sistem ABO.
        Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana antigen-A dan antigen-B itu diwariskan dari orang tua kepada keturunannya?
Setelah melalui banyak penelitian, akhirnya pada tahun 1925, F. Bernstein menegaskan bahwa antigen-antigen tersebut diwariskan oleh tiga alel dari sebuah gen. Gen ini disebut gen I, sedangkan alel-alelnya dalah IO, IA, dan IB. Alel IO adalah resesif terhadap IA dan IB. Akan tetapi IA dan IB merupakan alel kodominan, sehingga IA tidak dominan terhadap IB, demikian pula sebaliknya IB tidak dominan terhadap IA.
        Produk tertentu dari gen I adalah suatu molekul protein (dinamakan isoaglutinin) yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Orang yang memiliki alel IA mampu untuk membentuk antigen-A, sedang yang memiliki alel IB mampu untuk membentuk antigen-B. Orang yang tidak memiliki alel IA maupun IB, melainkan hanya memiliki alel IO saja, maka ia tidak akan memiliki antigen-A maupun antigen-B. interaksi antara alel-alel IA,  IB, dan  IO menyebabkan terjadinya 4 fenotip (golongan darah) O, A, B, dan AB (Suryo, 2005).

Tabel 2.3. Interaksi antara alel-alel IA,  IB, dan  IO yang menyebabkan terjadinya 4
         golongan darah, yaitu O, A, B, dan AB.


Golongan darah (Fenotip)      Antigen dalam eritrosit        Alel dalam kromosom          Genotip      
               O                                          -                                     IO                            IO IO
               A                                          A                                    IA                        IA IA atau IA IO
               B                                          B                                    IB                         IB IB atau IB IO
             AB                                     A dan B                          IA dan IB                  IA IB   


Contoh :
Seorang laki-laki bergolongan darah A ingin menikah dengan seorang perempuan bergolongan darah O. Bagaimanakah kemungkinan darah anak-anak mereka?
Jawaban :  
    P        :                     perempuan  x    laki-laki
                                            O                 A
                                         IO IO       IA IA atau IA IO
    F1        :    IA IO    = golongan darah A
                     IO IO     = golongan darah O
Tidak mengherankan bahwa anak-anak mereka kira-kira 50% akan bergolongan darah A seperti ayah dan kira-kira 50% O seperti ibu.
 
Golongan darah menurut sistem MNSs
Dalam tahun 1927, K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang mereka sebut antigen-M dan antigen-N. dikatakan bahwa sel darah merah seseorang dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut. Jika eritrosit seseorang yang mengandung antigen-M disuntikkan ke dalam tubuh kelinci, maka darah kelinci akan membentuk zat anti-M dalam serum darah nya. Apabila antiserum dari kelinci ini dipisahkan dan digunakan untuk menguji darah orang yang mengandung antigen-M, maka eritrosit darah orang tersebut akan menggumpal. Dengan cara yang sama, eritrosit seseorang yang mengandung antigen-N akan mendorong kelinci untuk membentuk zat anti-N. Dengan menggunakan dua macam antiserum ini, tipe darah seseorang dapat ditetapkan, yaitu apakah eritrosit seseorang bereaksi dengan (1) anti-M serum saja, (2) anti-N serum saja atau (3) kedua-duanya anti-M dan anti-N serum. Dengan dasar inilah orang dibedakan atas yang mempunyai golongan darah M, N, atau MN.
    Tabel 2.4. Reaksi dari sel-sel darah merah dengan antiserum pada
                  golongan darah tipe MN

Jika eritrosit mengandung antigen    Reaksi dengan antiserum    Golongan darah      
                                                         Anti-M    Anti-N                     
               Hanya M                               +             -                          M
               M dan N                               +             +                         MN
               Hanya N                               -              +                          N

Keterangan :
 +         = terjadi penggumpalan eritrosit
 -         = tidak terjadi penggumpalan eritrosit.

        Landsteiner dan Levine menyatakan bahwa kedua jenis antigen M dan N itu ditentukan oleh sebuah gen yang memiliki dua alel. Alel LM menentukan adanya antigen-M dalam eritrosit, sedangkan antigen-N ditentukan oleh alel LN (Suryo, 2005).

        Tabel 2.5. Kemungkinan genotip dan fenotip seseorang dalam golongan
              darah  sistem MN


Golongan darah (Fenotip)    Antigen dalam eritrosit    Alel dalam kromosom    Genotip      
              M                                      M                                   LM                   LM LM
              N                                       N                                   LN                    LN LN
             MN                                M dan N                       LM dan LN            LM LN 

  
        Alel LM dan LN merupakan alel kodominan, sehingga LM tidak dominan terhadap LN, demikian pula LN tidak dominan terhadap LM (Suryo, 2005).

Golongan darah Sistem Rh
K. Landsteiner dan A.S. Wiener dalam tahun 1940 menemukan antigen baru lagi, yang dinamakan faktor Rh (singkatan dari kata Rhesus, ialah sejenis kera di India yang dulu banyak dipakai untuk penelitian darah orang). Kedua ahli itu telah menyuntikkan sel-sel darah merah dari kera Rhesus ke dalam tubuh kelinci dan marmot. Kelinci dan marmot ini membentuk zat anti yang menyebabkan sel-sel darah merah dari kera Rhesus itu menggumpal. Antiserum dari kelinci tadi kemudian digunakan untuk menguji darah manusia. Orang dibedakan atas dua kelompok :
a.    Orang Rh-positif (disingkat dengan Rh+) adalah orang yang memiliki antigen-Rh di dalam eritrositnya,  
      sehingga waktu darahnya dites (diuji) dengan antiserum yang mengandung anti-Rh, maka eritrositnya 
      menggumpal.
b.    Orang Rh-negatif (disingkat dengan Rh-) adalah orang yang tidak memiliki antigen-Rh di dalam 
       eritrositnya, sehingga eritrosit tidak menggumpal pada waktu dilakukan tes dengan antiserum anti-Rh.

        Mula-mula mekanisme genetik dari sistem Rh ini tampaknya sederhana, sehingga Landsteiner berpendapat bahwa golongan darah Rh ini diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r, dimana R dominan terhadap r. selanjutnya ditegaskan bahwa terbentuknya antigen Rh di dalam eritrosit itu ditentukan oleh gen dominan R. dengan demikian orang Rh positif mempunyai genotip RR dan Rr, sedangkan orang Rh negatif mempunyai genotip rr.
        Akan tetapi beberapa zat anti baru segera ditemukan, demikian pula gen-gen sehingga menyebabkan keadaannya menjadi lebih sulit. Ternyata tidak semua orang Rh + sama dalam hal antigen-Rh yang mereka miliki; orang Rh - pun ternyata tidak semua sama. Berhubung dengan itu Wiener lebih condong untuk menyatakan bahwa golongan Rh itu ditentukan oleh satu seri alel ganda, terdiri dari 8 alel, yaitu:
-    Untuk Rh positif, alel-alelnya RZ, R1, R2, dan R0
-    Untuk Rh negatif, alel-alelnya ry, r’, r’’, r.



    Rangkuman
        Alel ganda adalah terdapatnya lebih dari satu macam gen pada suatu lokus. Jika dalam satu lokus terdapat lebih dari satu pasang alel, disebut alel ganda (multiple alelomorfi). Contoh alel ganda dapat dilihat pada penentuan warna bulu kelinci. Warna bulu kelinci ditentukan oleh empat alel yang sama-sama mempengaruhi warna bulu dan berada pada lokus yang sama. Contoh lainnya adalah pada penentuan golongan darah manusia, baik pada sistem ABO, MN, juga Rhesus.
 
Pertanyaan
1.    Seorang laki-laki bergolongan darah B menikah dengan seorang perempuan bergolongan darah B pula. Bagaimanakah kemungkinan golongan darah anak-anak mereka kelak?
Jawaban :
P    :    IBIB atau IBIO        x    IBIB atau IBIO

F1    :    IBIB     = golongan B
        IBIO    = golongan B
        IBIO    = golongan B
        IOIO    = golongan O

2.    Pada sistem golongan darah ABO, jika seseorang mempunyai golongan darah AB berarti darahnya mengandung…
a.    Antibodi a dan antibodi b
b.    Antigen A dan antigen B
c.    Antigen A dan aglutinin a
d.    Aglutinin a dan aglutinin b
e.    Aglutinogen A dan aglutinin b

Jawaban : B

3.    Pria rhesus positif homozigot menikah dengan perempuan rhesus negatif, maka memiliki peluang anak rhesus positif sebanyak…
a.    0%
b.    50%
c.    100%
d.    12,5%
e.    75%

Jawaban : C (100%)



GLOSARIUM

Alel,        Bentuk alternatif suatu gen
Aglutinogen,    sejenis protein dalam eritrosit
Aglutinin,    zat anti/antibodi terhadap antigen spesifik. Terdapat dalam plasma
            Darah.
Aglutinasi,    penggumpalan darah
Eritrosit,    sel darah merah
Fenotip    Ciri fisik dan fisiologis pada suatu organisme
Filial,        keturunan
Genotip    kandungan genetik suatu organisme
Lokus,        tempat terdapatnya gen dalam suatu kromosom
Parental,    induk/orang tua


Kamis, 05 Mei 2011

Fungsi Empedu dalam Pencernaan lemak




I.    Judul Praktikum    : Fungsi Empedu dalam Pencernaan Lemak

II.    Tujuan Praktikum    : Mengetahui dan mengamati fungsi/kerja empedu
                      dalam pencernaan lemak.

III.    Landasan Teori
        Pohon empedu (biliary tree) merupakan saluran keluar untuk sekresi empedu, suatu cairan yang mengandung garam empedu (yang penting dalam membuat lemak menjadi emulsi dan dalam mempermudah penyerapan lemak dari usus), dan sejumlah senyawa yang merupakan bentuk ekskresi dari produk akhir metabolisme hemoglobin (bilirubin) dan inaktivasi obat-obatan dan hormon-hormon (Bevelander, 1988).
        Lebih jauh Bevelander menjelaskan bahwa kandung empedu adalah suatu organ berongga berbentuk buah per (pear-shaped) yang menempel erat pada permukaan belakang hati.
        Menurut Campbell (2004), hati melakukan berbagai fungsi penting dalam tubuh, termasuk produksi empedu (bile), suatu campuran zat-zat yang disimpan dalam kantung empedu sampai diperlukan. Empedu tidak mengandung enzim pencernaan, tetapi mengandung garam empedu, yang bertindak sebagai deterjen dan membantu dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Empedu juga mengandung pigmen yang merupakan hasil sampingan perusakan sel darah merah dalam hati; pigmen empedu ini dikeluarkan dari tubuh bersama-sama dengan feses.
        Hampir semua lemak dalam suatu hidangan mencapai usus halus dalam kondisi sepenuhnya belum tercerna. Hidrolisis lemak adalah permasalahan khusus, karena molekul lemak tidak larut dalam air. Garam empedu dari kantung empedu yang disekresikan ke dalam lapisan duodenum akan melapisi droplet-droplet lemak yang sangat kecil dan mencegahnya agar tidak menyatu, suatu proses yang disebut emulsifikasi. Karena droplet itu kecil, maka luas permukaan lemak yang besar menjadi terpapar ke lipase, enzim yang menghidrolisis molekul lemak. 
        Pada pisces terdapat kelenjar pencernaan yang berupa hepar yang terletak dalam rongga badan sebelah anterior dan mengandung vesica felea yang bersaluran menuju ke intestinum, sedangkan kelenjar pankreas tidak terpisah dari hati (Jasin, 1984).
        Jasin (1984) juga menjelaskan bahwa kelenjar pencernaan yang besar pada tubuh katak adalah hepar dan pancreaticum yang memberikan sekresinya pada intestinum, kecuali itu intestinum menghasilkan sekresinya sendiri. Hepar yang besar terdiri atas beberapa lobus dan bilus (zat empedu) yang dihasilkan akan ditampung sementara dalam vesica felea, yang kemudian akan dituangkan dalam intestinum melalui ductus cystecus dahulu dan kemudian melalui ductus cholydocus yang merupakan saluran gabungan dengan saluran yang berasal dari pancreas. Fungsi bilus untuk mengemulsikan zat lemak.
        Fujaya (1999) menjelaskan bahwa garam empedu berperan melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan dan bila garam empedu bergabung dengan kolestero, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk micel yang dapat diserap oleh dinding usus. Karena itu kekurangan cairan empedu dapat menurunkan pencernaan lemak dan kekurangan vitamin-vitamin yang hanya larut dalam lemak , seperti vitamin A, D, E, dan K.

IV.    Alat dan Bahan
A.    Alat
1.    Tabung reaksi
2.    Pipet tetes
B.    Bahan
1.    Katak hijau (Rana esculenta)
2.    Ikan mas (Cyprinus carpio)
3.    Minyak kelapa
4.    Aquades

V.     Prosedur Kerja
1.    Dibedah Rana esculenta, dengan hati-hati diambil empedunya
2.    Dituang isi empedu ke dalam tabung reaksi yang bersih dengan menggunting sedikit permukaan kantung empedu
3.    Diencerkan dengan aquades hingga volume menjadi 2 ml
4.    Ditambahkan 1-2 tetes minyak kelapa, dikocok kuat-kuat
5.    Dibiarkan 5-10 menit
6.    Dilakukan percobaan yang sama pada tabung reaksi yang lain yang hanya diisi dengan 2 ml air dan ditetesi 1-2 tetes minyak kelapa
7.    Dilakukan percobaan yang sama untuk ikan mas.

VI.    Hasil Pengamatan

Gambar : Empedu Ikan mas    Keterangan:









      
Gambar : Empedu Katak    Keterangan:









   



VII.     Analisis Data
A.    Percobaan empedu ikan mas (Cyprinus carpio)
    Percobaan I
    Isi empedu          berwarna hijau kekuningan
          +
    Aquades sampai 2 ml
          +
    2 tetes minyak kelapa
   
(dikocok selama 5-10 menit)
                    Warna berubah menjadi kuning cerah
    Minyak kelapa, aquades, dan isi empedu membentuk larutan yang homogen. Air
    dan minyak bercampur akibat adanya cairan empedu ikan.

    Percobaan II
    Aquades 2 ml
             +
    2 tetes minyak kelapa
    (dikocok selama 5-10 menit)
                    Larutan terlihat keruh berwarna putih
    Terlihat jelas  minyak berada di permukaan atas larutan. Aquades dan minyak
    kelapa tidak dapat menyatu

B.    Percobaan empedu katak (Rana esculenta)
    Percobaan I
   
Cairan empedu          warna hijau tua
        +
Aquades 2 ml ( 40 tetes )
        +
2 tetes minyak kelapa
(dikocok selama 5 – 10 menit)
                    Warna menjadi kuning cerah
Menjadi larutan yang homogen.

Percobaan II
Aquades 2 ml
         +
2 tetes minyak kelapa
(dikocok selama 5-10 menit)
                    Larutan terlihat keruh berwarna putih
Terlihat jelas  minyak berada di permukaan atas larutan. Aquades dan minyak
kelapa tidak dapat menyatu

VIII.    Pembahasan
        Dari hasil percobaan diketahui bahwa cairan empedu ikan mas yang ditambahkan dengan 2 ml aquades dan 2 tetes minyak kelapa kemudian dikocok selama 5-10 menit, menghasilkan larutan homogen berwarna kuning cerah. Aquades dan minyak kelapa dapat menyatu berkat kehadiran cairan empedu. Garam-garam empedu yang terkandung di dalam cairan empedu berperan melarutkan minyak kelapa dalam aquades, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari minyak kelapa.
        Pada percobaan II, 2 ml aquades yang dicampurkan dengan 2 tetes minyak kelapa kemudian dikocok selama 5-10 menit, menghasilkan larutan keruh yang berwarna putih. Tanpa kehadiran cairan empedu, minyak kelapa tidak dapat larut dalam aquades. Minyak kelapa berada di atas aquades, karena massa jenis minyak lebih kecil daripada aquades.
        Hal yang sama juga terjadi pada percobaan menggunakan cairan empedu katak. Aquades yang dicampurkan dengan minyak kelapa dan diberi sejumlah cairan empedu katak kemudian dikocok selama 5-10 menit, menghasilkan larutan yang homogen. Minyak kelapa larut dalam aquades. Namun, bila pada percobaan tersebut tidak ditambahkan larutan empedu katak, maka minyak kelapa tidak dapat larut dalam aquades.
        Keberadaan cairan empedu dalam saluran pencernaan hewan sangat penting. Cairan empedu membantu pencernaan semua  makanan berbahan dasar lemak dan turunannya. Bila garam empedu bergabung dengan kolesterol, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk micel yang dapat diserap oleh dinding usus. Karena itu kekurangan cairan empedu dapat menurunkan pencernaan lemak dan kekurangan vitamin-vitamin yang hanya larut dalam lemak , seperti vitamin A, D, E, dan K.

IX.     Kesimpulan
        Dari hasil praktikum dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa cairan empedu yang terdapat di dalam kantung empedu berperan dalam membantu proses pencernaan lemak dalam tubuh. Garam-garam empedu membuat lemak/minyak menjadi larut dalam air sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.

X. Daftar Pustaka

Bevelander, G dan Judith, A. R. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta:
        Rineka Cipta.

Jasin, M. 1984. Sistematik Hewan. Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya: Sinar
        Wijaya.


Pertanyaan Tugas
1.    Apakah yang anda lihat dari 2 percobaan tersebut?
2.    Dimanakah letak empedu?
3.    Apakah semua hewan mempunyai empedu?
4.    Dari percobaan di atas apakah fungsi empedu yang dapat anda amati?

Jawaban
1.    Dari 2 percobaan yang telah dilakukan terlihat bahwa keberadaan cairan empedu pada campuran aquades dan minyak kelapa menyebabkan minyak kelapa larut dalam aquades. Sehingga menghasilkan larutan yang homogen. Sementara bila tidak ada cairan empedu, aquades dan minyak kelapa tidak dapat menyatu.
2.    Cairan empedu pada sebagian besar hewan tersimpan di dalam kantung empedu. Kantung empedu berada di bagian bawah hati (hepar).
3.    Tidak semua hewan memiliki empedu. Pada saluran pencernaan burung merpati, tidak pernah ditemukan kantung empedu.
4.    Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa empedu berfungsi mengemulsikan lemak pada bahan makanan di dalam saluran pencernaan. Garam-garam empedu membuat lemak/minyak menjadi larut dalam air. Sehingga lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.

Alat Peredaran Darah







I.    Judul Praktikum        : Alat Peredaran Darah

II.    Tujuan Praktikum   
1.    Mengamati dan mempelajari aliran pada pembuluh darah
2.    Mempelajari hubungan pembuluh nadi, kapiler, dan pembuluh balik
3.    Mengamati sirkulasi pada pembuluh kapiler

III.    Landasan Teori
        Sirkulasi darah dalam tubuh mamalia adalah tertutup dengan melalui pembuluh-pembuluh darah dengan jantung sebagai pusatnya. Darah terdiri atas plasma darah dan butir darah (corpuscle) yang berupa sel darah merah, sel darah putih dan keping-keping darah (Jasin, 1984).
        Sistem pembuluh darah terdiri atas (1) jantung, sebuah organ yang memompa darah; (2) arteri, yang membawa darah ke organ-organ dan jaringan-jaringan; (3) kapiler, saluran kecil yang menyediakan diri untuk pertukaran berbagai zat antara darah dan jaringan; dan (4) vena yang mengembalikan darah ke jantung (Bevelander, 1988).
        Sistem peredaran darah ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah. Start dari jantung, darah menuju insang untuk melakukan pertukaran gas. Selanjtnya, darah dialirkan ke dorsal aorta dan terbagi ke segenap organ-organ tubuh melalui saluran-saluran kecil. Selain itu, sebagian darah dari insang kadang langsung kembali ke jantung. Untuk menjamin aliran darah terus berlangsung, maka darah dipompa dengan perbedaan tekanan. Tekanan jantung lebih besar dari tekanan arteri, dan tekanan arteri lebih besar dari tekanan arteriole. Akibat adanya perbedaan tekanan maka aliran darah dapat terjadi (Fujaya, 1999).
        Pengangkutan gas-gas pernafasan dan material-material lain pada katak dilaksanakan oleh sistem kardio vaskuler, yang terdiri atas: jantung atau cor, arteri, kapiler, vena, pembuluh-pembuluh limfa, cairan darah dan limfa (Radiopoetro, 1986).
        Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik (ruang) tiga, dengan dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit: sirkuit pulmokutaneus dan sirkuit sistemik (Campbell, 2004).
        Lebih jauh Bevelander menjelaskan bahwa kapiler merupakan pipa endothel yang memiliki diameter 7 sampai 9 µm. Mereka membentuk anyaman yang penyebarannya berkaitan dengan kegiatan metabolisme jaringan atau organ dimana mereka terdapat. Ginjal, hati dan paru-paru yang merupakan organ-organ yang memiliki kegiatan metabolik tinggi memperlihatkan suatu pola dimana terdapat sejumlah besar kapiler yang tersusun dalam deretan rapat.
        Arteri membawa darah meninggalkan jantung menuju organ-organ di seluruh tubuh. Di dalam organ-organ  ini arteri bercabang menjadi arteriola, pembuluh kecil yang mengirimkan darah ke kapiler. Kapiler (capillary) adalah pembuluh mikroskopis dengan dinding yang sangat tipis dan berpori. Jaringan kerja pembuluh ini, yang disebut hamparan kapiler menginfiltrasi setiap jaringan. Melalui dinding tipis kapiler inilah zat-zat kimia, termasuk gas, dipertukarkan antara darah dan cairan interstisial yang mengelilingi sel-sel tersebut. Pada ujung muaranya, kapiler menyatu membentuk venula, dan venula menyatu membentuk vena. Vena (vein) mengembalikan darah ke jantung (Campbell, 2004).
        Campbell (2004) juga menjelaskan bahwa arteri dan vena berbeda dalam hal arah aliran darah yang dibawanya, bukan oleh karakteristik darah yang dikandungnya. Tidak semua arteri membawa darah yang kaya akan oksigen, dan tidak semua vena membawa darah dengan konsentrasi oksigen yang rendah. Akan tetapi, semua arteri memang membawa darah dari jantung menuju kapiler, dan hanya vena yang mengembalikan darah ke jantung dari kapiler.
        Berdasarkan hukum kontinuitas, pada mulanya mungkin terlihat bahwa darah harus mengalir lebih cepat melalui kapiler dibandingkan dengan melalui arteri karena diameter kapiler jauh lebih kecil. Akan tetapi, total luas penampang keseluruhan pipa yang mengalirkan cairan itulah yang akan menentukan laju aliran. Meskipun satu pembuluh kapiler berukuran sangat kecil, setiap arteri mengalirkan darah ke kapiler yang berjumlah sangat banyak, sehingga diameter total dari pembuluh-pembuluh sebenarnya jauh lebih besar pada hamparan kapiler dibandingkan dengan di bagian manapun dalam sistem sirkulasi. Karena hal tersebut, darah akan mengalir lebih lambat ketika memasuki arteriola dari arteri dan mengalir paling lambat dalam hamparan kapiler.
        Menurut Kimball (1996), ketika darah masuk ke dalam ujung arteriol dari sebuah kapiler, darah masih dalam pengaruh tekanan (kira-kira 35 torr) yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel. Sebagai akibat dari tekanan ini sebagian filtrasi darah melalui dinding kapiler-kapiler. Di antara sel-sel epitel yang merupakan dinding kapiler terdapat pori-pori yang sangat kecil. Melalui pori-pori inilah terjadi filtrasi darah.
       
IV.    Alat dan Bahan
A.    Alat
1.    Mikroskop
2.    Jarum pentul
B.    Bahan
1.    Ikan mas (Cyprinus carpio)
2.    Katak hijau (Rana esculenta)
3.    Kain lap
4.    Tali plastik
5.    Kertas kardus

V.    Prosedur Kerja
1.    Diikat katak pada kardus dengan tali sehingga katak tidak dapat bergerak
2.    Ditarik satu kaki belakang kemudian dilekatkan dengan jarum pentul.
3.    Dilebarkan selaput renang pada kaki belakang, lalu diletakkan pada lubang yang ada pada kardus kemudian dilekatkan dengan jarum pentul. Diusahakan kaki katak tidak bergerak.
4.    Diamati di bawah mikroskop
5.    Diletakkan seekor ikan mas pada kardus, kemudian direntangkan ekornya pada lubang yang telah disediakan. Kemudian ditusuk dengan jarum pentul
6.    Diamati di bawah mikroskop.


VI.    Hasil Pengamatan

Gambar : pembuluh darah di selaput
             renang katak.    Keterangan:
1.    Pembuluh arteri
2.    Pembuluh vena







      
Gambar : pembuluh darah di bagian ekor
             Ikan mas.    Keterangan:
1.    Pembuluh arteri
2.    Pembuluh vena







   

VII.     Pembahasan
        Arteri, vena, dan kapiler adalah tiga jenis utama pembuluh darah, yang dalam tubuh manusia panjangnya ditaksir mencapai sekitar 100.000 km. Arteri membawa darah meninggalkan jantung menuju organ-organ di seluruh tubuh. Di dalam organ-organ ini, arteri bercabang menjadi arteriola, pembuluh kecil yang mengirimkan darah ke kapiler. Kapiler adalah pembuluh mikroskopis dengan dinding yang sangat tipis dan berpori. Jaringan kerja pembuluh ini, yang disebut hamparan kapiler, menginfiltrasi setiap jaringan. Melalui dinding tipis kapiler inilah zat-zat kimia, termasuk gas, dipertukarkan antara darah dan cairan interstisial yang mengelilingi sel-sel tersebut. Pada ujung “muara”-nya, kapiler menyatu membentuk venula, dan venula menyatu membentuk vena. Vena mengembalikan darah ke jantung.
        Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pembuluh darah arteri dan vena berbeda dalam hal arah aliran darah yang dibawanya, bukan oleh karakteristik darah yang dikandungnya. Tidak semua arteri membawa darah yang kaya akan oksigen, dan tidak semua vena membawa darah dengan konsentrasi oksigen yang rendah. Akan tetapi, semua arteri  membawa darah dari jantung menuju kapiler, dan hanya vena yang mengembalikan darah dari kapiler ke jantung.
        Seekor ikan mempunyai sebuah jantung dengan dua ruangan utama, yaitu satu atrium dan satu ventrikel. Darah yang dipompakan dari ventrikel mengalir pertama-tama ke insang, tempat terjadinya pengambilan oksigen oleh darah dan pembebasan karbon dioksida melewati dinding kapiler. Kapiler insang mengumpul ke dalam suatu pembuluh yang membawa darah yang kaya akan oksigen ke hamparan kapiler di semua bagian tubuh lainnya. Darah itu kemudian kembali melalui vena ke atrium jantung.
        Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik (ruang) tiga, dengan dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit: sirkuit pulmokutaneus dan sirkuit sistemik.
        Di antara pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler, darah paling cepat mengalir ketika berada di dalam pembuluh arteri. Hal ini disebabkan karena pembuluh arteri mengalirkan darah yang berasal dari jantung, shingga tekanannya lebih kuat. Di pembuluh kapiler, darah beredar sangat lambat. Secara fisiologis hal tersebut dapat dimaklumi karena pada pembuluh ini terjadi pertukaran  zat-zat kimia, termasuk gas antara darah dan cairan interstisial yang mengelilingi sel-sel tersebut. Dibutuhkan aliran darah yang lebih lambat untuk memungkinkan pertukaran tersebut berlangsung secara optimal.




VIII.    Kesimpulan
        Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpalan, yaitu:
1.    Secara umum terdapat tiga macam pembuluh darah di dalam sistem transportasi hewan vertebrata. Yaitu: arteri, vena, dan kapiler
2.    Arteri adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah yang berasal dari jantung menuju ke kapiler.
3.    Vena adalah pembuluh darah yang mengembalikan darah dari kapiler ke jantung.
4.    Kapiler adalah pembuluh mikroskopis dengan dinding yang sangat tipis dan berpori. Jaringan kerja pembuluh ini, yang disebut hamparan kapiler menginfiltrasi setiap jaringan. Melalui dinding tipis kapiler inilah zat-zat kimia, termasuk gas, dipertukarkan antara darah dan cairan interstisial yang mengelilingi sel-sel tersebut.
5.    Aliran darah paling cepat adalah ketika darah berada di dalam pembuluh arteri, sementara aliran paling lambat adalah ketika darah berada dalam pembuluh-pembuluh kapiler.
6.    Pembuluh darah yang paling besar adalah aorta, dengan diameter mencapai 3,6 cm.

IX. Daftar Pustaka

Bevelander, G dan Judith, A. R. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta:
        Rineka Cipta.

Jasin, M. 1984. Sistematik Hewan. Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya: Sinar
        Wijaya.

Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Radiopoetro. 1986. Zoologi. Jakarta: Erlangga.




Pertanyaan Tugas
1.    Bandingkan kecepatan aliran darah pada masing-masing pembuluh. Mengapa demikian?
2.    Pembuluh darah mana yang lebih besar?
3.    Mengapa memasukkan infus pada manusia harus melalui vena?

Jawaban
1.    Bila diurutkan,  maka kecepatan aliran darah mulai dari yang tercepat sampai yang terlambat adalah arteri – vena – kapiler. Darah mengalir cepat di dalam arteri karena arteri merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah yang berasal dari jantung, sehingga tekanan darah dalam saluran ini masih sangat kuat. Pembuluh-pembuluh kapiler berada jauh dari jantung, sehingga aliran darah yang sampai padanya lebih lambat, bahkan sangat lambat. Selain alasan tersebut di atas, kita juga dapat mengkajinya berdasarkan hukum kontinuitas.  Pada mulanya mungkin terlihat bahwa darah harus mengalir lebih cepat melalui kapiler dibandingkan dengan melalui arteri karena diameter kapiler jauh lebih kecil. Akan tetapi, total luas penampang keseluruhan pipa yang mengalirkan cairan itulah yang akan menentukan laju aliran. Meskipun satu pembuluh kapiler berukuran sangat kecil, setiap arteri mengalirkan darah ke kapiler yang berjumlah sangat banyak, sehingga diameter total dari pembuluh-pembuluh sebenarnya jauh lebih besar pada hamparan kapiler dibandingkan dengan di bagian manapun dalam sistem sirkulasi. Karena hal tersebut, darah akan mengalir lebih lambat ketika memasuki arteriola dari arteri dan mengalir paling lambat dalam hamparan kapiler.
2.    Dalam sebuah literatur dijelaskan bahwa aorta adalah pembuluh darah terbesar, dengan diameter mencapai 3,6 cm, kemudian diikuti oleh vena cava, diameter mencapai 2,5 cm. Sehingga berdasarkan ukuran masing-masing pembuluh darah dapat diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil sebagai berikut:
    arteri – vena – kapiler.
3.    Ada beberapa alasan mengapa memasukkan infus pada manusia harus melalui vena. Pertama, pembuluh vena berada pada daerah periveral (permukaan) tubuh. Sehingga lebih mudah untuk dipasang jarum infus. Alasan kedua, tekanan darah di dalam pembuluh vena jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tekanan darah di dalam pembuluh arteri. Tekanan darah yang tinggi dapat menghambat bahkan menolak cairan infus masuk ke dalam pembuluh darah, bahkan justru menolak darah keluar dari pembuluh darah. Oleh karena alasan tersebut, pemasangan infus dilakukan pada pembuluh vena.

Darah (blood)





I.    Judul Praktikum        : Darah

II.    Tujuan Praktikum   
1.    Mengamati darah tanpa proses lanjut
2.    Mengamati bentuk-bentuk sel darah merah
3.    Mengamati ada tidaknya mikroorganisma di dalam darah

III.    Landasan Teori
        Darah adalah suatu jaringan bersifat cair. Darah terdiri dari sel-sel ( dan fragmen-fragmen sel) yang terdapat secara bebas dalam medium yang bersifat seperti air, ialah plasma. Sel-sel dan fragmen-fragmen sel merupakan unsur-unsur darah yang disebut unsur “jadi”. Sel-sel ini cukup besar sehingga dapat diamati dengan mikroskop biasa. Ada tiga tipe unsur “jadi” adalah sel-sel darah merah atau eritrosit, sel-sel darah putih atau leukosit, dan keping-keping darah atau trombosit (Kimball, 1996).       
        Darah dapat dipandang sebagai jaringan penyambung terspesialisasi yang dibentuk dari sel-sel bebas dan suatu matriks yang cair (plasma). Sel-sel darah berkembang dalam jaringan retikuler organ-organ pembentuk darah dan masuk ke dalam aliran darah sebagai sel-sel yang sepenuhnya telah terbentuk (Bevelander, 1988).
        Lebih lanjut Bevelander menjelaskan bahwa unsur-unsur struktural darah terdiri dari eritrosit, leukosit, dan platelet. Bersama-sama mereka kira-kira sama banyaknya dengan plasmanya. Eritrosit jauh lebih banyak daripada leukosit; jumlah eritrosit pada manusia laki-laki adalah 5 sampai 5,5 juta per mm­­3; pada wanita 4,5 sampai 5 juta per mm­­3. Akan tetapi angka-angka ini sangat bervariasi. Leukosit terdapat dalam jumlah 8.000 sampai 10.000 per mm­­3. Volume seluruh darah individu rata-rata dengan berat badan 60 kg (150 pon) sama dengan 5 sampai 6 liter atau secara kasar 8% dari berat badan.
        Bila suatu tetes darah segar diperiksa di bawah mikroskop, terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter sebesar hampir 8 µm. Dalam keadaan segar mereka tampak berwarna lebih kehijau-hijauan daripada merah. Lekuk pada bagian pusat tiap sel darah merah menimbulkan bintik terang, yang pada penglihatan pertama dapat disalahtafsirkan sebagai nukleus. Akan tetapi sel darah merah dewasa tidak bernukleus pada darah mamalia (binatang menyusui).
        Menurut Campbell (2004), darah adalah jaringan ikat dengan sel-sel yang tersuspensi dalam plasma. Darah vertebrata merupakan suatu jenis jaringan ikat yang terdiri atas beberapa jenis sel yang tersuspensi dalam suatu matriks cair yang disebut plasma. Tubuh manusia pada umumnya mengandung kurang lebih 4 sampai 6 liter darah. Jika sampel darah diambil, sel-sel darah dapat dipisahkan dari plasma dengan cara memasukkan darah tersebut kedalam alat sentrifugasi dan memutarnya dengan kecepatan tertentu. (Antikoagulan harus ditambahkan untuk mencegah penggumpalan darah). Unsur seluler (sel dan fragmen sel), yang berkisar sekitar 45% dari volume darah, akan mengendap ke dasar tabung sentrifuge, dan membentuk pelet padat berwarna merah. Di atas pelet seluler ini terdapat plasma transparan berwarna kekuning-kuningan.
        Campbell juga menjelaskan bahwa plasma darah mengandung sekitar 90% air. Di antara berbagai jenis zat yang larut dalam air terdapat garam-garam anorganik, yang kadang-kadang disebut sebagai elektrolit darah dan terdapat di dalam plasma dalam bentuk ion terlarut. Konsentrasi gabungan ion-ion ini penting dalam pemeliharaan keseimbangan osmotik darah. Beberapa ion tersebut juga membantu menyangga pH darah, yang mempunyai pH 7,4 pada manusia.
        Plasma juga mengandung berbagai zat yang berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, yang meliputi nutrien, produk buangan metabolisme, gas-gas respirasi, dan hormon.
        Lebih jauh Campbell (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua kelas sel yang tersebar di seluruh plasma darah: sel darah merah, yang mengangkut oksigen, dan sel darah putih, yang berfungsi dalam pertahanan tubuh. Unsur seluler yang ketiga, keping darah, adalah bagian-bagian sel yang terlibat dalam penggumpalan darah.
        Sel darah merah (red blood cell), atau eritrosit (erythrocyte), sejauh ini merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya, jauh melebihi yang lain. Setiap milimeter kubik darah manusia mengandung 5 sampai 6 juta sel darah merah, dan terdapat sekitar 25 triliun jenis sel ini dalam keseluruhan 5 L darah dalam tubuh.
        Meskipun sel darah merah berukuran sangat kecil, sel itu mengandung sekitar 250 juta molekul hemoglobin, sejenis protein pengikat dan pembawa oksigen yang mengandung besi. Baru-baru ini para peneliti telah menemukan bahwa hemoglobin juga berikatan dengan molekul gas nitrat oksida (NO) selain dengan O2. Ketika sel darah merah lewat melalui hamparan kapiler paru-paru, insang, atau organ respirasi lainnya, oksigen akan berdifusi ke dalam eritrosit dan hemoglobin akan berikatan dengan O2 dan NO (Campbell, 2004).
         Terdapat lima jenis utama sel darah putih (white blood cell) atau leukosit: monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, dan limfosit. Fungsinya secara kolektif adalah untuk melawan dan memerangi infeksi dengan berbagai cara. Sebagai contoh, monosit dan neutrofil adalah fagosit, yang menelan dan mencerna bakteri dan serpihan sel-sel mati dari tubuh kita sendiri.
        Di samping sel-sel yang disebut di atas, darah mengandung kelompok pecahan sitoplasma kecil yang disebut platelet atau trombosit dan pada umumnya tidak dimasukkan dalam golongan sel-sel darah. Platelet ini sekitar 2 µm dalam diameter, tersusun dari sitoplasma yang menyerap warna biru dengan pewarna Wright. Ia mempunyai pusat yang granuler gelap, kromomer, dan suatu daerah periferi yang terang, hialomer (Bevelander, 1988).
        Trombosit atau platelet itu diduga membebaskan enzim tromboplastin yang berperan dalam pembekuan darah. Tromboplastin mengubah protrombin menjadi trombin, yang pada gilirannya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Tromboplastin juga telah diidentifikasikan dalam plasma darah. Platelet dibuat melalui pertunasan fragmen-fragmen seluler dari mega karyosit dalam sum-sum tulang.

IV.    Alat dan Bahan
A.    Alat
1.    Jarum penusuk (lancet)
2.    Objek glass
3.    Cover glass
4.    Mikroskop
B.    Bahan
1.    Alkohol 70%
2.    Larutan fisiologi NaCl
3.    Kapas
V.    Prosedur Kerja
1.    Dibersihkan alat yang akan dipakai
2.    Dibersihkan daerah pengambilan darah dengan alkohol 70%
3.    Pada objek gelas diteteskan 2-3 tetes larutan fisiologis
4.    Ditusuk ujung jari tangan, diambil beberapa tetes darah dan diletakkan pada objek glass yang telah diberi larutan fisiologis. Dicampurkan dengan hati-hati kemudian ditutup dengan cover glass
5.    Diletakkan objek glass di bawah mikroskop. Diamati dengan cermat. Dimulai dari pembesaran lemah, sedang, sampai kuat.
6.    Bila pengamatan telah selesai dilakukan, dibersihkan kembali peralatan yang digunakan.

VI.     Hasil Pengamatan

Gambar pengamatan darah di bawah mikroskop    Keterangan :
1.    Sel darah merah (eritrosit)
2.    Plasma darah





      
Gambar sel-sel dan keping darah manusia.    Keterangan :
1.    Sel darah merah (eritrosit)
2.    Sel darah putih (leukosit)
3.    Keping darah (trombosit)




   

VII.     Pembahasan
        Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa darah manusia (mamalia) tersusun atas plasma darah yang cair dan butir-butir darah yang padat. Butir-butir darah terbagi atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Setiap bagian-bagian darah tersebut memiliki fungsi dan peranan tersendiri di dalam tubuh manusia.
        Plasma darah yang mengandung sekitar 90% air tersebut berfungsi mengangkut  nutrien, produk buangan metabolisme, gas-gas respirasi dan hormon. Fungsi utama sel darah merah (eritrosit) adalah membawa oksigen beredar ke seluruh tubuh. Sel darah merah memiliki kemampuan tersebut karena padanya terkandung sekitar 250 juta molekul hemoglobin, sejenis protein pengikat dan pembawa oksigen yang mengandung besi. Akibat dari keberadaan hemoglobin inilah darah terlihat berwarna merah. Sel darah putih (leukosit) berfungsi sebagai pertahanan tubuh, melawan dan memerangi infeksi dengan berbagai cara. Keping darah (trombosit) berfungsi dalam proses penting penggumpalan darah.
        Pada praktikum yang telah dilakukan, terdapat dua macam larutan yang digunakan. Yakni larutan alkohol 70% dan larutan fisiologis  NaCl. Larutan alkohol 70% digunakan untuk membersihkan daerah pengambilan darah. Hal tersebut perlu dilakukan agar lokasi yang nantinya akan membentuk luka akibat penusukan lancet, steril dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi.  Larutan fisiologis NaCl dicampurkan dengan tetesan darah agar darah tidak segera menggumpal. Larutan fisiologis menjaga agar sel-sel darah tetap berada pada kondisi normalnya seperti ketika mereka berada dalam pembuluh darah tubuh.
        Sebuah eritrosit manusia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian tepi. Eritrosit mamalia tidak mengandung nukleus (inti), suatu karakteristik yang tidak umum pada sel hidup (kelas vertebrata lain mempunyai eritrosit yang bernukleus).
        Dari hasil praktikum juga diketahui bahwa di dalam darah mungkin saja terdapat mikroorganisme tertentu, misalnya thypoid yang dapat ditemukan pada penderita tifus, sporozoid plasmodium pada penderita malaria, dan lain-lain. Namun sayang pada praktikum kali ini kami tidak dapat mengamati mikroorganisme di dalam darah.
VIII.    Kesimpulan
        Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1.    Darah manusia tersusun atas plasma darah, sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah.
2.    Sel darah merah manusia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian tepi.
3.    Sel darah merah manusia (mamalia) tidak mengandung nukleus.
4.    Pada penderita penyakit tertentu, dapat ditemukan mikroorganisme di dalam darahnya.

IX.    Daftar Pustaka
Bevelander, G dan Judith, A. R. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Radiopoetro. 1986. Zoologi. Jakarta: Erlangga.


Pertanyaan Tugas
1.    Apakah manfaatnya daerah pengambilan darah harus diberi alkohol 70%?
2.    Mengapa warna darah merah? Jelaskan!
3.    Apa perbedaan darah aves dengan darah mamalia?

Jawaban
1.    Manfaat pemberian alkohol 70% pada daerah pengambilan darah adalah agar kuman (mikroorganisme) yang terdapat pada daerah tersebut mati. Sehingga daerah tersebut menjadi steril dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka yang timbul akibat penusukan lancet.
2.    Darah berwarna merah akibat dari adanya hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah (eritrosit). Warna merah sel darah merah berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin. Hemoglobin adalah sejenis protein pengikat dan pembawa oksigen yang mengandung besi. Akibat dari keberadaan hemoglobin inilah darah terlihat berwarna merah.
3.    Ada beberapa perbedaan antara darah aves dengan darah mamalia. Umumnya sel darah merah aves memiliki inti, sementara sel darah merah mamalia tidak berinti. Sel darah merah mamalia juga tidak memiliki mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi ATP lewat proses fermentasi. Selain itu, bentuk sel darah merah aves juga berbeda dengan sel darah merah mamalia. Sel darah merah aves berbentuk oval dan convex, sementara sel darah merah mamalia berbentuk cakram bikonkaf.

Selasa, 29 Maret 2011

HAK PASIEN

Dalam dunia medis yang semakin berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau mundurnya rumah sakit akan sangat ditentukan oleh keberhasilan dari pihak-pihak yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, perawat dan orang-orang yang berada di tempat tersebut. Dari pihak rumah sakit diharapkan mampu memahami konsumennya secara keseluruhan agar dapat maju dan berkembang. Dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit juga harus memperhatikan etika profesi tenaga yang bekerja di rumah sakit yang bersangkutan. Akan tetapi, tenaga profesional yang bekerja di rumah sakit dalam memberikan putusan secara profesional adalah mandiri. Putusan tersebut harus dilandaskan atas kesadaran, tanggung jawab dan moral yang tinggi sesuai dengan etika profesi masing-masing.
Oleh karena alasan tersebut, pelayanan kesehatan pada rumah sakit merupakan hal yang penting dan harus dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku agar masyarakat sebagai konsumen dapat merasakan pelayanan yang diberikan. Terdapat 3 (tiga) komponen yang terlibat dalam suatu proses pelayanan yaitu, pelayanan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan, siapa yang melakukan pelayanan, serta konsumen yang menilai suatu pelayanan melalui harapan yang diinginkannya.
Hal tersebut cukup rasiologis, mengingat pelayanan kesehatan rumah sakit hakikatnya diberikan melalui bentuk pengobatan dan perawatan. Petugas kesehatan, medis dan nonmedis, bertanggung jawab untuk memberi pelayanan yang optimal. Tenaga medis, dalam hal ini dokter, memiliki tanggung jawab terhadap pengobatan yang sedang dilakukan. Tindakan pengobatan dan penentuan kebutuhan dalam proses pengobatan merupakan wewenang dokter.
Ditinjau dari segi ilmu kemasyarakatan dalam hal ini hubungan antara dokter dengan pasien menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi yang dominan, sedangkan pasien hanya memiliki sikap pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi demikian ini secara historis berlangsung selama bertahun-tahun, dimana dokter memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan keterampilan khusu yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia merupakan bagian kecil masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan sebagai pihak yang memiliki otoritas bidang dalam memberikan bantuan pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien.
Si pasien selaku konsumen, yaitu diartikan “setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain”. Dan sudah merasa bahagia apabila kepadanya dituliskan secarik kertas. Dari resep tersebut secara implisit telah menunjukkan adanya pengakuan atas otoritas bidang ilmu yang dimiliki oleh dokter yang bersangkutan. Otoritas bidang ilmu yang timbul dan kepercayaan sepenuhnya dari pasien ini disebabkan karena ketidaktahuan pasien mengenai apa yang dideritanya, dan obat apa yang diperlukan, dan di sini hanya dokterlah yang tahu, ditambah lagi dengan suasana yang serba tertutup dan rahasia yang meliputi jabatan dokter tersebut yang dijamin oleh kode etik kedokteran. Kedudukan yang demikian tadi semakin bertambah kuat karena ditambah dengan faktor masih langkanya jumlah tenaga dokter, sehingga kedudukannya merupakan suatu monopoli baginya dalam memberikan pelayanan pemeliharaan kesehatan. Lebih-lebih lagi karena pelayanan kesehatan ini lebih bersifat psikologis oleh pihak-pihak yang saling mengikatkan diri tidak berkedudukan sederajat. Oleh sebab itu tenaga kesehatan yang diberikan kepercayaan penuh oleh pasien, haruslah memperhatikan baik buruknya tindakan dan selalu berhati-hati di dalam melaksanakan tindakan medis.
Apa yang telah dilakukan oleh sebagian rumah sakit umum swasta primer cukup memberikan harapan besar. Suatu konsekuensi logis, bahwa keselamatan dan perkembangan kesehatan pasien merupakan landasan mutlak bagi rumah sakit khususnya dokter atau tenaga medis lainnya dalam menjalankan praktik profesinya. Seorang dokter harus melakukan segala upaya semaksimal mungkin untuk menangani pasiennya.
Meski demikian, dari tindakan medis tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi suatu kesalahan ataupun kelalaian. Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya dapat berakibat fatal baik terhadap badan maupun jiwa dari pasiennya, dan hal ini tentu saja sangat merugikan bagi pihak pasien. Dari kesalahan ataupun kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan terhadap pasien, menimbulkan pertanyaan, yaitu: Dapatkah pasien yang dirugikan menuntut ganti rugi?, Siapa yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa pasien?, Dan upaya hukum apa yang dapat ditempuh pasien dalam memperoleh perlindungan hukum?
Hal pertama yang perlu diketahui adalah, bahwa untuk menciptakan perlindungan hukum bagi pasien maka para pihak harus memahami hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, termasuk pemberi jasa pelayanan kesehatan agar bertanggung jawab terhadap profesi yang diberikan kepada penerima jasa pelayanan kesehatan.
Rumah sakit menjamin perlindungan hukum bagi dokter/tenaga kesehatan agar tidak menimbulkan kesalahan medik dalam menangani pasien, sekaligus pasien mendapatkan perlindungan hukum dari suatu tanggung jawab rumah sakit dan dokter/tenaga kesehatan.
Peran dan fungsi rumah sakit sebagai tempat untuk melakukan pelayanan medis yang profesional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu yang terdiri dari: 1). Unsur mutu yang dijamin kualitasnya; 2). Unsur keuntungan atau manfaat yang terjamin dalam mutu pelayanan; dan 3). Hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum dan kedokteran dan atau medik khususnya.
Dalam hal ini, dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya landasan hukum dalam transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien (kontrak-terapeutik), mengetahui dan memahami hak dan kewajiban pasien serta hak dan kewajiban dokter dan adanya wajib simpan rahasia kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan.
Memiliki pengetahuan yang baik tentang standar pelayanan medik dan standar profesi medik, pemahaman tentang malpraktik medik, penanganan penderita gawat darurat, rekam medis, euthanasia dan lain-lain adalah pengetahuan masa kini yang perlu untuk didalami secara profesional. Agar tidak terjadi tindakan medik yang menimbulkan kesalahan dan atau kelalaian dari dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit, yang akan menimbulkan kerugian bagi pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.
Dinamika kehidupan masyarakat juga berlangsung pada aspek kesehatan, sehingga kadang muncul kelalaian dan terbengkalainya hak dan kewajiban antara pasien dengan dokter/tenaga kesehatan. Kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, dapat dituntut secara pidana apabila memenuhi unsur-unsur pidana, dalam hukum pidana dikenal kata “schuld” yang mengandung selain dari dolus dan kesalahan dalam arti yang lebih sempit adalah culpa, merupakan unsur esensial dalam suatu tindakan pidana agar dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana.
Hak pasien adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan intern rumah sakit dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan. Sebagai dasar hukum dari gugatan pasien atau konsumen/penerima jasa pelayanan kesehatan terhadap dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata. Rumah sakit berkewajiban untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan ukuran atau standar perawatan kesehatan.
Keluarga pasien dapat melayangkan gugatan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), pengadilan dan terhadap pihak yang terkait, karena merasa dirugikan dan diperlakukan tidak manusiawi. Mereka dapat menggugat ganti rugi kepada pihak dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan menimbulkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian/kesalahan dalam melakukan tindakan medik.
Berdasarkan alasan tersebut, maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi pasien (penerima jasa pelayanan kesehatan), yang senantiasa diabaikan haknya untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan memberikan perlindungan hukum, baik kepada pasien sebagai penerima (konsumen) jasa pelayanan kesehatan dan pemberi (produsen) jasa pelayanan kesehatan, diantaranya pada pasal 53, 54, dan 55. Selain itu, karena kedudukan pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sehingga, jika terjadi sengketa antara para pihak dalam pelayanan kesehatan, maka untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan harus mengacu pada Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta prosesnya melalui lembaga pengadilan, mediasi.
Profesi kedokteran memang banyak berkaitan dengan problematika etik yang dapat berpotensi menimbulkan sengketa medik antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan penerima jasa pelayanan kesehatan, karena itu dibutuhkan suatu wadah/lembaga yang khusus dapat menjadi penyaring untuk menyelesaikan sengketa antara pemberi jasa pelayanan kesehatan (rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan) dan penerima jasa pelayanan kesehatan (pasien).
Apa yang diuraikan tersebut terkait dengan permasalahan perlindungan hukum bagi pasien selaku konsumen jasa pelayanan medis cukuplah dipahami. Mengingat dewasa ini banyak sekali kasus gugatan atau tuntutan hukum kepada dokter, tenaga medis lain, dan atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik atau kelalaian medik. Satu kasus misalnya, dugaan malpraktik menimpa Augustianne  Sinta Dame Marbun. Dugaannya lantaran dokter salah mendiagnosis dengan memberikan antibiotik berdosis tinggi terkait dengan rencana operasi pengangkatan rahim, akibatnya ginjal istri advokat Hotman Paris Hutapea itu mengalami kerusakan. Kasus lain menimpa Nina, yang didiagnosis menderita usus buntu, tetapi akibat salah mendiagnosis setelah dilakukan operasi menyebabkan gadis ini mengalami kelumpuhan permanen.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik pelayanan medis tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan diagnosis, dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pasien seperti alat bedah tertinggal di dalam bagian tubuh, dan faktor-faktor lainnya. 



  

Senin, 14 Maret 2011

FISIOLOGI TUMBUHAN

MEMBUKA DAN MENUTUPNYA STOMATA

Masing-masing stomata diapit oleh sepasang sel penjaga, yang berbentuk seperti ginjal pada tumbuhan dikotil dan berbentuk seperti halter pada tumbuhan monokotil. sel-sel penjaga dikelilingi oleh sel tetangga epidermal di sekitar ruangan udara, sampai ke jaringan ruangan udara pada daun.

 
Sel penjaga mengontrol diameter stomata dengan cara mengubah bentuk, yang akan melebarkan atau menyempitkan celah di antara kedua sel tersebut. Ketika sel penjaga mengambil air melalui osmosis, sel penjaga akan membengkak dan semakin dalam keadaan turgid. Pada sebagian besar tumbuhan dikotil dinding sel-sel penjaga mempunyai ketebalan yang tidak seragam, serta mikrofibril selulosa yang diorientasikan ke suatu arah sehingga sel-sel penjaga itu menutup ke arah atas ketika mereka dalam keadaan turgid. hal ini akan meningkatkan ukuran celah antar sel. ketika sel kehilangan air dan menjadi lembek serta mengkerut, sel-sel tersebut akan mengecil secara bersamaan kemudian menutup ruangan di antaranya. Mekanisme dasar ini juga berlaku bagi stomata monokotil.















Perubahan tekanan turgor yang menyebabkan pembukaan dan penutupan stomata terutama disebabkan oleh pengambilan dan kehilangan ion kalium (K+) secara reversibel oleh sel penjaga. Stomata membuka ketika sel-sel penjaga secara aktif mengakumulasi K+ dari sel-sel epidermal di sekitarnya. Pengambilan zat terlarut ini menyebabkan potensial air di dalam sel penjaga menjadi lebih negatif. Kondisi ini memungkinkan air mengalir ke dalam sel penjaga secara osmosis sehingga sel penjaga menjadi membengkak. Sebagian besar K+ dan air disimpan di dalam vakuola, dengan demikian tonoplas juga memainkan peranan penting. Penutupan stomata disebabkan oleh keluarnya K+ dari sel penjaga, yang menyebabkan sel penjaga kehilangan air secara osmotik.
Temperatur yang tinggi juga mengakibatkan stomata menutup. Hal ini terkait dengan  meningkatnya respirasi dan meningkatnya CO2 dalam kantung stomata. Temperatur yang tinggi berkaitan dengan konsumsi air yang tinggi. Stomata menutup untuk mencegah kehilangan air yang berlebihan. Fitohormon sitokinin juga berpengaruh terhadap membukanya stomata sedang ABA kebalikannya.