Selasa, 22 Februari 2011

Pendidikan Seks masuk di kurikulum Sekolah. Perlukah?

KURIKULUM PENDIDIKAN SEKS

A. Pendahuluan
Dewasa ini dunia pendidikan diramaikan dengan isu-isu pentingnya memasukkan pendidikan seks pada kurikulum sekolah. Alasannya adalah agar pendidikan tersebut dapat membentengi para remaja putra dan putri dari perilaku seks bebas. Hal yang cukup ironis melihat hasil penelitian Iip Wijayanto yang menyimpulkan bahwa 97% mahasiswi di sebuah kota pendidikan tidak lagi perawan. Sekalipun  kita meragukan validitas atau tepatnya angka prosentase tersebut, tetapi hal ini cukup membuktikan bahwa seks telah disalahgunakan justru oleh orang berpendidikan.
Perdebatan tentang pendidikan seks di sekolah seakan tak habis dibicarakan. Kelompok yang pro menganggap pendidikan seks itu perlu untuk mencegah prilaku seks menyimpang. Kalangan yang menentang pendidikan seks beralasan justru pendidikan seks akan membuat anak yang tidak tahu tentang seks akan menyalahgunakan apa yang diketahuinya.

B. Ulasan/kajian
Menurut Dr. Boy Zaghul Zaini (Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kota Bandarlampung), “Pendidikan seks atau pendidikan organ reproduksi sangat penting karena dapat menjadi perisai bagi remaja di tengah maraknya informasi yang salah tentang seks dan organ tersebut dari berbagai media.”
Beliau menjelaskan, usia remaja yang penuh gejolak dan selalu ingin tau menimbulkan ketidaksiapan penerimaan mereka terhadap segala masukan tentang organ reproduksi, sedangkan peran orang tua agak terkesampingkan dalam memberikan informasi yang benar dalam hal tersebut. “Budaya timur masih menganggap membicarakan hal tersebut tabu dibicarakan antara orang tua dan anak,” kata beliau.
Pola pembelajaran yang dilakukan, kata Dr. Boy, dapat dilakukan dengan cara bimbingan dan tutorial dua arah, serta harus dilakukan oleh orang yang faham tentang organ reproduksi skaligus psikologis remaja.
Upaya pertama yang dilakukan adalah menambah jumlah pembimbing yang paham tentang hal tersebut di sekolah-sekolah, melalui pelatihan terpadu oleh tenaga ahli.
Menurut Dr. Boy, menjadikan pendidikan seks dan organ reproduksi pada remaja sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dapat menjadi langkah ampuh dalam menekan prilaku seks bebas di kalangan remaja.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur berencana memasukkan pendidikan seks sejak dini dalam kurikulum. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya jumlah pelajar yang terlibat hubungan seks bebas.
"Pendidikan seks usia dini perlu dimasukkan dalam kurikulum belajar sekolah, agar bisa menekan dampak pergaulan bebas para pelajar," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemprov Jatim Harun saat berkunjung ke SMPN 5 Malang kepada detiksurabaya.com, Kamis (14/10/2010).
Pendidikan seks sudah saatnya menjadi bagian kurikulum pendidikan formal bagi remaja, untuk meminimalkan pengaruh budaya seks bebas dan mencegah penyebaran virus HIV.
Kasus KTD (kehamilan tak diinginkan) yang terjadi sampai 30% pada remaja, 70% pada PUS (Pasangan Usia Subur) yang mengalami kegagalan kontrasepsi. Masalah pergaulan bebas yang menjerumus ke arah seks perlu diantisipasi dunia pendidikan. Dengan perkembangan dunia informasi yang semakin pesat, semua sepakat bahwa pendidikan seks perlu di sekolah. Hanya saja seperti apa pendidikan itu disampaikan kepada siswa di sekolah yang harus lebih diperhatikan oleh pendidik (guru).
Pendidikan seks menurut tokoh pendidikan Nasional Arif rahman Hakim adalah perlakuan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan proses perkelaminan menurut agama dan yang sudah ditetapkan oleh masyarakat. Dengan demkian pendidikan ini bukanlah pendidikan tentang how to do (bagaimana melakukan hubungan seks), atau tentang hubungan seks aman, tidak hamil dan lain sebagainya, tetapi intinya pendidikan seks di berikan sebagai upaya preventif dalam kerangka moralitas agama. Ia tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama, jika tidak maka apa yang dikhawatirkan kelompok anti pendidikan seks akan terjadi. Ketika seks terlepas dari kerangka moral agama, maka kebobrokan moral kaum terpelajar justru akan semakin mewabah, sebagaimana yang di tenggarai Iip Wijayanto.
Dalam perspektif pendidikan agama (dalam hal ini; Islam), pendidikan seks dibahas dalam materi pelajaran fikih yang meliputi tentang reproduksi dan tanggung jawab agama bagi seseorang yang telah mengalami kematangan reproduksi seksualnya (baligh). Dengan mengacu fikih, maka penulis mengusulkan agar ruang lingkup kurikulum pendidikan seks antara lain: Penciptaan manusia oleh Tuhan (proses kejadian manusia mulai dari pembuahan), perkembangan laki- laki dan perempuan (secara fisik dan psikis), perilaku kekelaminan, dan kesehatan seksual.
Di samping kurikulum, hal yang juga harus dipersiapkan adalah guru pengajarnya. Jangan sampai pendidikan seks yang bertujuan sebagai tindakan preventif malah menjadi ajang pembahasan seks secara vulgar dan di luar konteks kependidikan. Oleh karenanya guru yang ditugaskan untuk menyampaikan pendidikan seks ini harus benar-benar faham akan maksud dan tujuan diadakannya pendidikan seks  di sekolah.
Sedangkan informasi yang dapat diberikan mencakup tentang masalah reproduksi, KB, perilaku seks menyimpang, kejahatan seks, dan perlindungan hukum. Ada dua alternatif  kurikulum pendidikan seks di sekolah: berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran atau terkait dengan mata pelajaran lain. Pendidikan seks diintegrasikan dalam mata pelajaran: agama, olahraga, biologi, sosiologi, dan antropologi.
Untuk mendukung kurikulum pendidikan seks di sekolah maka kegiatan ekstrakurikuler sekolah juga perlu mendukungnya. Pendidikan seks dalam kegiatan OSIS dapat dicakup dalam program Keputrian, Keputraan, Pesantren Kilat, dsb.  Juga kegiatan dalam bentuk seminar dan diskusi yang mengundang orangtua murid dan para ahli, bila perlu seksolog dan agamawan.
Namun demikian tenggung jawab keberhasilan pendidikan seks bukanlah semata-mata di tentukan oleh kurikulum sekolah, tetapi juga peran keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah mempunyai keterbatasan waktu dan pengawasan. Maka bimbingan keluarga dan kontrol dari masyarakat, dimana anak lebih banyak menghabiskan waktunya, mempunyai peranan lebih besar bagi terciptanya generasi yang berilmu sekaligus bermoral. Insya Allah.

C. Simpulan
Pendidikan seks bagi para remaja sangat perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan sekolah, mengingat pentingnya siswa memperoleh informasi yang benar dan tepat mengenai persoalan tersebut. Akan sangat berbahaya bila para remaja mengetahui persoalan seks dari sumber-sumber yang salah. Untuk itu diperlukan guru pengajar yang benar-benar faham akan maksud dan tujuan diadakannya pendidikan seks  di sekolah. agar jangan sampai tujuan pendidikan seks di sekolah sebagai kegiatan preventif malah menjadi ajang pembahasan seks secara vulgar dan di luar konteks kependidikan.

D. Referensi
http://re-searchengines.com/nailulwibowo2.html
http://www.antaranews.com/berita/1285544174/idi-sudah-saatnya-pendidikan-seks-masuk-kurikulum
http://us.surabaya.detik.com/read/2010/10/14/161043/1465184/475/pendidikan-seks-bakal-masuk-kurikulum-sekolah-di-jatim
http://www.scribd.com/doc/34386110/Pendidikan-seks

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.